
JAKARTA, Share 2 Care – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP KSBSI) mengungkapkan keprihatinan terkait dengan klaim menurunnya standar pelayanan BPJS Kesehatan selama pertemuan dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Pada rapat itu, Ketua DPP KSBSI, Johannes Dartha Pakpahan, mengkritik implementasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 tahun 2024 tentang standarisasi ruang perawatan inap atau tingkat layanan rumah sakit standar (KRIS) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.
"Kami setuju dengan standarisasi kamar, namun jika hal tersebut mengakibatkan pembentukan satu kelas bagi semuanya, maka kita akan menolaknya," ungkap Johannes saat berada di Kantor DJSN, Jakarta, pada hari Senin, 19 Mei 2025.
Menurutnya, pelaksanaan penggabungan semua kelas perawatan inap dapat memiliki dampak negatif terhadap mutu pelayanan yang dirasakan pekerja.
Sebenarnya, mereka adalah grup yang telah dari masa Jamsostek sampai saat ini tetap aktif sebagai anggota dan membayar iuran jaminan sosial dengan konsistensi.
"Telah diamati penurunan dalam standar pelayanannya. Jika semua kelas dikombinasikan saat ini, apakah keuntungan yang kita peroleh akan berkurang bersama dengan biaya langganan yang meningkat? Atau mungkin manfaatnya bertahan sementara biayanya menurun? Bisa juga kedua-duanya menjadi lebih rendah? Hal-hal tersebut harus dipastikan," ungkap Johannes.
Dia juga menegur keputusan pemerintah karena dianggap gagal memasukkan pekerja sebagai salah satu pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan kebijakan tentang jaminan sosial.
"Padahal kita yang sudah dari awal berperan dalam membangun sistem jaminan sosial nasional, tetapi pada akhirnya ternyata tidak dapat merasakan manfaatnya," ungkap Johannes.
KSBSI juga mendorong DJSN untuk menguatkan perannya dalam pengawasan dan pemantauan pelaksanaan program jaminan sosial, terutama bagi BPJS Kesehatan.
Johannes menggarisbawahi bahwa serikat pekerja akan bersedia berpartisipasi dalam pemantauan apabila diperlukan.
Selanjutnya, tentang interaksinya dengan sejumlah pemangku kepentingan lainnya, dia menyebutkan bahwa timnya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan serta BPJS Kesehatan, namun kontak dengan Kementerian Kesehatan masih kurang mendalam.
Belum ada gambaran yang pasti tentang arah dan tujuannya dari Kemenkes di bidang ini," katanya. "Namun, jika telah menyangkut hak-hak layanan masyarakat umum serta hak pekerja, baru kami dapat mengambil tindakan untuk ikut campur.
Pemimpin DJSN Nunung Nuryartono menyatakan bahwa keluhan dari KSBSI akan direkam dan diikuti dengan tindakan lanjutan.
"Prosesnya masih berlanjut termasuk Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Masukan dari para teman ini sangat diperhitungkan karena kami pasti akan meninjau catatan-catatan yang diserahkan mengingat mereka secara langsung terkait dengan sistem kesehatan nasional kita, baik sebagai peserta atau penerima manfaat," ungkap Nunung.
Dia menyatakan bahwa timnya akan tetap memantau semua tahapan dalam implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Hingga saat ini, proses tersebut telah berlangsung dengan baik pada level pertemuan antar kementerian serta kelompok kerja.
"Pada akhirnya, kami ingin menekankan lagi bahwa di ruang perawatan biasa, upayanya adalah untuk memperbaiki layanan kesehatan di Indonesia," ujar Nunung.
Berikut ini adalah informasinya: Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga terhadap Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Peraturan yang dikeluarkan pada tanggal 8 Mei 2024 tersebut mencakup penggabungan tingkat 1, 2, dan 3 dari BPJS Kesehatan ke dalam satu kategori yaitu Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
KRIS BPJS Kesehatan merupakan layanan perawatan rumah sakit minimal yang diperoleh oleh anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Komentar
Posting Komentar